Bisnis cemerlang sepeda usang
Alas plastik biru yang tergelar di trotoar samping kiri alun-alun Kota Ponorogo, Minggu (6/1), memang tidak istimewa. Bekas-bekas olie yang tertoreh di atasnya jelas menampakkan keusangan lembaran yang biasa digunakan untuk atap kaki lima itu. Barang yang tersaji di atasanya pun sama. Hampir seluruhnya barang bekas. Seperti garpu depan sepeda, jok, pedal, lampu depan hingga dinamo. Meski begitu, barang bekas itu dijual dengan harga fantastik hingga Rp.1,5 juta perbuah. Wow!
Seperti itulah gambaran bisnis kletikan sepeda kuno. Kata "kletikan" diambil dari kata "kletik", sebutan bahasa jawa untuk makanan kecil atau snack. Bisnis kletikan sepeda kuno berarti bisnis untuk barang-barang asesoris sepeda kuno. Mulai stang, pompa, lampu, spion, jok belakang hingga sandaran bawah. Tidak hanya itu, kletikan juga menyediakan asesoris tambahan yang membuat sosok pengendara sepeda kuno kelihatan lebih lawas. Seperti topi, tempat kacamatan sepeda, tas sepeda sampai senapan angin model lama.
Budiyono, pemilih bisnis kletikan sepeda kuno yang Minggu ini menggelar dagangannya itu mengungkapkan bisnis kletikan memang tergolong baru di Indonesia. Setidaknya, sejak 10 tahun terakhir ini bisnis itu mulai marak, seiring semakin banyak orang yang memiliki hobby memelihara sepeda kuno. Budi sendiri mengaku baru bermain di bisnis ini sejak 2 tahun belakangan. "Sebelumnya, saya hanya berdagang peralatan sepeda dan becak saja," kata Budi pada The Jakarta Post, Minggu ini. Meski demikian, dirinya mengaku mengetahui seluk beluk sepeda kuno sejak lama.
Kakek Budi, Hing Tjhun adalah "pemain lama" dalam bisnis sepeda dan becak di Madiun, Jawa Timur. Sejak tahun 1940-an, laki-laki keturunan China itu membuka toko dan service sepeda dan becak di Kota Brem itu. Bisnis yang dirintis dari hobby itu berkembang pesat. Toko sepeda Panca Jaya menjadi bisnis turun temurun. Pada tahun 1956, anak Hing Tjhun yang juga ayah Budi, Hindarto Utomo meneruskan bisnis sepeda angin ittu. "Setelah ayah merasa tua, ganti saya meneruskan bisnis itu sejak tahun 1996," kenang Budi.
Yang menarik, kenang Budi, sejak dahulu Hing Tjhun selalu meminta anak dan cucunya untuk menghargai sepeda. Dalam setiap acara keluarga Hing Tjhun mengatakan bahwa suatu saat sepeda akan kembali dicari orang dan menjadi barang mahal. Nasehat itu menjadi kenyataan ketika Budi mulai mengenal bisnis sepeda kuno. "Awalnya saya membeli sepeda kuno jenis Hima, setelah itu saya mulai mencari sepeda kuno lain dan mulai menjualnya," kata Budi. Sepeda termahal yang pernah dijual Budi adalah jenis Gazelle "perempuan" seri 11 dengan harga Rp. 17,5 juta. Bergelut dengan sepeda kuno membuka ranah bisnis baru beruba asesoris sepeda atau kletikan.
Berbeda dengan bisnis jual beli sepeda utuh, kletikan sepeda kuno lebih rumit. Pada penjual sepeda harus teliti melakukan pencarian. Bisa jadi, barang-barang lama itu tergeletak bagai barang rongsokan tidak berguna. Namun setelah diteliti, ternyata rongsokan itu adalah asesoris yang dicari kolektor. Seperti dinamo bermerk Bosch buatan Jerman. Dinamo yang dijajar bersama dengan barang kletikan lain di atas terpal biru itu didapatkan Budi dari penduduk warga Walikuku, Ngawi Jawa Timur.
"Dinamo ini banyak dicari kolektor karena unik dan kuat, harganya Rp.1 juta," katanya sambil menunjukkan dinamo berukuran 15 cm meter berbentuk botol itu. Juga lampu depan sepeda bermerk Lucas yang kini terpasang di sepeda Hima milik Budi. Lampu kuningan itu dipatok dengan harga Rp.2,5 juta. Yang tidak kalah menariknya adalah senjata kuno laras panjang yang dimiliki Budi. Senjata yang didapatkan dari pensiunan Polisi itu dijualnya dengan harga Rp.1 juta. "Senjata ini asli dan masih berfungsi," katanya sambil mendemonstrasikan senjata yang mirip pipa karatan itu.
Sejak sepeda kuno mulai naik daun, harga barang-barang sepeda kuno yang ada melonjak drastis. Bila sebelumnya, masyarakat tidak "melek" harga, namun kini sudah berani mematok harga tinggi. Sebut saja stir bermerk Simplex Sikalit. Dulu orang tidak paham keunikan stir jenis itu, yang memiliki rem menjadi satu dengan stir utama. Namun kini, harga termurah yang dibuka untuk stir jenis itu adalah Rp.350 ribu perbuah. "Kalau dulu, siapa yang tahu dan peduli," kata Budi.
Romin, anggota Prima Ontel Club (POC) Jakarta mengungkapkan bergelut dengan sepeda kuno adalah hobby yang murah-murah-mahal. Maksudnya, bisa tampak sangat mahal, namun tetap saja "hasil"nya terlihat. "Memang perlu uang jutaan untuk memberli sepeda kuno, namun bila dipakai, kan kita bisa sehat," kata Romin yang hadir di Ponorogo dalam rangka Pawai Sepeda Kuno yang digelar dalam rangkaian Grebeg Suro Ponorogo. Romin sendiri memiliki lima sepeda kuno. Sepeda termahal bermerk Union yang dibelinya dengan harga Rp.5 juta. Total biaya yang dikeluarkan Romin untuk hobinya berkisar Rp.15 jutaan.
Dunia sepeda kuno mengenal tiga jenis penghobby. Yakni pemakai, pencandu dan pengedar. Kategori "pemakai" adalah orang-orang yang mengambalikan fungsi sepeda sebagaimana mestinya. Sebagai alat transportasi. Sementara "pecandu", lebih gila dengan kekunoan. Semakin kuno sepeda dan barang-barangnya, semakin puas untuk dimiliki. Penghobby jenis ini paling banyak membelanjakan uangnya. "Sementara pengedar lebih memilih untuk memasarkan sepeda kuno dan asesorisnya, namun semuanya pasti tetap mengeluarkan uang untuk kebutuhan hobbynya," kata Fahmi, anggota Komunitas Ontel Batavia (Koba) Jakarta. Tak heran, bila bisnis sepeda usang itu begitu gemilang.
Seperti itulah gambaran bisnis kletikan sepeda kuno. Kata "kletikan" diambil dari kata "kletik", sebutan bahasa jawa untuk makanan kecil atau snack. Bisnis kletikan sepeda kuno berarti bisnis untuk barang-barang asesoris sepeda kuno. Mulai stang, pompa, lampu, spion, jok belakang hingga sandaran bawah. Tidak hanya itu, kletikan juga menyediakan asesoris tambahan yang membuat sosok pengendara sepeda kuno kelihatan lebih lawas. Seperti topi, tempat kacamatan sepeda, tas sepeda sampai senapan angin model lama.
Budiyono, pemilih bisnis kletikan sepeda kuno yang Minggu ini menggelar dagangannya itu mengungkapkan bisnis kletikan memang tergolong baru di Indonesia. Setidaknya, sejak 10 tahun terakhir ini bisnis itu mulai marak, seiring semakin banyak orang yang memiliki hobby memelihara sepeda kuno. Budi sendiri mengaku baru bermain di bisnis ini sejak 2 tahun belakangan. "Sebelumnya, saya hanya berdagang peralatan sepeda dan becak saja," kata Budi pada The Jakarta Post, Minggu ini. Meski demikian, dirinya mengaku mengetahui seluk beluk sepeda kuno sejak lama.
Kakek Budi, Hing Tjhun adalah "pemain lama" dalam bisnis sepeda dan becak di Madiun, Jawa Timur. Sejak tahun 1940-an, laki-laki keturunan China itu membuka toko dan service sepeda dan becak di Kota Brem itu. Bisnis yang dirintis dari hobby itu berkembang pesat. Toko sepeda Panca Jaya menjadi bisnis turun temurun. Pada tahun 1956, anak Hing Tjhun yang juga ayah Budi, Hindarto Utomo meneruskan bisnis sepeda angin ittu. "Setelah ayah merasa tua, ganti saya meneruskan bisnis itu sejak tahun 1996," kenang Budi.
Yang menarik, kenang Budi, sejak dahulu Hing Tjhun selalu meminta anak dan cucunya untuk menghargai sepeda. Dalam setiap acara keluarga Hing Tjhun mengatakan bahwa suatu saat sepeda akan kembali dicari orang dan menjadi barang mahal. Nasehat itu menjadi kenyataan ketika Budi mulai mengenal bisnis sepeda kuno. "Awalnya saya membeli sepeda kuno jenis Hima, setelah itu saya mulai mencari sepeda kuno lain dan mulai menjualnya," kata Budi. Sepeda termahal yang pernah dijual Budi adalah jenis Gazelle "perempuan" seri 11 dengan harga Rp. 17,5 juta. Bergelut dengan sepeda kuno membuka ranah bisnis baru beruba asesoris sepeda atau kletikan.
Berbeda dengan bisnis jual beli sepeda utuh, kletikan sepeda kuno lebih rumit. Pada penjual sepeda harus teliti melakukan pencarian. Bisa jadi, barang-barang lama itu tergeletak bagai barang rongsokan tidak berguna. Namun setelah diteliti, ternyata rongsokan itu adalah asesoris yang dicari kolektor. Seperti dinamo bermerk Bosch buatan Jerman. Dinamo yang dijajar bersama dengan barang kletikan lain di atas terpal biru itu didapatkan Budi dari penduduk warga Walikuku, Ngawi Jawa Timur.
"Dinamo ini banyak dicari kolektor karena unik dan kuat, harganya Rp.1 juta," katanya sambil menunjukkan dinamo berukuran 15 cm meter berbentuk botol itu. Juga lampu depan sepeda bermerk Lucas yang kini terpasang di sepeda Hima milik Budi. Lampu kuningan itu dipatok dengan harga Rp.2,5 juta. Yang tidak kalah menariknya adalah senjata kuno laras panjang yang dimiliki Budi. Senjata yang didapatkan dari pensiunan Polisi itu dijualnya dengan harga Rp.1 juta. "Senjata ini asli dan masih berfungsi," katanya sambil mendemonstrasikan senjata yang mirip pipa karatan itu.
Sejak sepeda kuno mulai naik daun, harga barang-barang sepeda kuno yang ada melonjak drastis. Bila sebelumnya, masyarakat tidak "melek" harga, namun kini sudah berani mematok harga tinggi. Sebut saja stir bermerk Simplex Sikalit. Dulu orang tidak paham keunikan stir jenis itu, yang memiliki rem menjadi satu dengan stir utama. Namun kini, harga termurah yang dibuka untuk stir jenis itu adalah Rp.350 ribu perbuah. "Kalau dulu, siapa yang tahu dan peduli," kata Budi.
Romin, anggota Prima Ontel Club (POC) Jakarta mengungkapkan bergelut dengan sepeda kuno adalah hobby yang murah-murah-mahal. Maksudnya, bisa tampak sangat mahal, namun tetap saja "hasil"nya terlihat. "Memang perlu uang jutaan untuk memberli sepeda kuno, namun bila dipakai, kan kita bisa sehat," kata Romin yang hadir di Ponorogo dalam rangka Pawai Sepeda Kuno yang digelar dalam rangkaian Grebeg Suro Ponorogo. Romin sendiri memiliki lima sepeda kuno. Sepeda termahal bermerk Union yang dibelinya dengan harga Rp.5 juta. Total biaya yang dikeluarkan Romin untuk hobinya berkisar Rp.15 jutaan.
Dunia sepeda kuno mengenal tiga jenis penghobby. Yakni pemakai, pencandu dan pengedar. Kategori "pemakai" adalah orang-orang yang mengambalikan fungsi sepeda sebagaimana mestinya. Sebagai alat transportasi. Sementara "pecandu", lebih gila dengan kekunoan. Semakin kuno sepeda dan barang-barangnya, semakin puas untuk dimiliki. Penghobby jenis ini paling banyak membelanjakan uangnya. "Sementara pengedar lebih memilih untuk memasarkan sepeda kuno dan asesorisnya, namun semuanya pasti tetap mengeluarkan uang untuk kebutuhan hobbynya," kata Fahmi, anggota Komunitas Ontel Batavia (Koba) Jakarta. Tak heran, bila bisnis sepeda usang itu begitu gemilang.
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.