Penambangan Emas Banyuwangi Berkilau Petaka
Matahari mulai condong ke barat, ketika Bejo ditemani istri dan anak keempatnya, menunggu waktu melaut di joglo samping tempat pelelalangan ikan Pantai Puger, Banyuwangi, Rabu (09/04/08) ini. Sesekali, laki-laki 60 tahun itu melemparkan pandangannya ke arah Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah, yang berjarak 5 Km ke arah timur. “Mungkin, inilah saat terakhir Saya melihat Gunung itu, sebentar lagi, gunung itu akan hilang karena ada penambangan emas,” kata Bejo.
Bejo dan 4500 jiwa warga Dusun Pancer adalah pihak yang paling resah dengan rencana penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah Banyuwangi. Aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT. Indo Multi Niaga (IMN) itu dikhawatirkan akan membawa dampak buruk bagi mata pencahariannya sebagai nelayan. ”Kata orang-orang, akan ada pencemaran di laut dan membuat ikan-ikan pergi, lalu bagaimana nasib kami sebagai nelayan?” kata laki-laki yang istri pertamanya tewas saat tsunami menerjang Pantai Pancer pada 1994 ini.
Dalam catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim, perjalanan aktivitas penambangan emas di Banyuwangi berawal dari rencana lama Hatman Group (HG), PT Hakman Platino Metallindo (HPM) dan Banyuwangi Mineral (BM) yang berencana membuka jalur emas Jember-Banyuwangi pada 1995. BM, juga dua perusahaan lain, PT. Indo Multi Cipta (IMC) dan PT. Indo Multi Niaga (IMN) adalah perusahaan emas milik pengusaha Yusuf Merukh. Merukh juga pemegang 20% saham PT. Newmont Minahasa Raya (NMR).
Karena rencana penambangan di Gunung Baban Silosanen, Jember mendapatkan perlawanan dari aktivis lingkungan, maka rencana penambangan dialihkan ke Banyuwangi. Hal itu bisa dilihat dari Berita Acara Pemeriksaan Lapangan (BAPL) terhadap Kawasan Hutan yang dimohon PT IMN, tertanggal 18 April 2007. Tepatnya pada petak 75, 76, 77 dan 78. Hebatnya, permohonan itu diterima, meskipun Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tidak pernah mengeluarkan izin tertulis. Dan pada 13 Februari 2007, eksplorasi deposit emas di Gunung Pitu dan Pulau Merah pun mulai dilakukan.
Bejo dan 4500 jiwa warga Dusun Pancer adalah pihak yang paling resah dengan rencana penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah Banyuwangi. Aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT. Indo Multi Niaga (IMN) itu dikhawatirkan akan membawa dampak buruk bagi mata pencahariannya sebagai nelayan. ”Kata orang-orang, akan ada pencemaran di laut dan membuat ikan-ikan pergi, lalu bagaimana nasib kami sebagai nelayan?” kata laki-laki yang istri pertamanya tewas saat tsunami menerjang Pantai Pancer pada 1994 ini.
Dalam catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim, perjalanan aktivitas penambangan emas di Banyuwangi berawal dari rencana lama Hatman Group (HG), PT Hakman Platino Metallindo (HPM) dan Banyuwangi Mineral (BM) yang berencana membuka jalur emas Jember-Banyuwangi pada 1995. BM, juga dua perusahaan lain, PT. Indo Multi Cipta (IMC) dan PT. Indo Multi Niaga (IMN) adalah perusahaan emas milik pengusaha Yusuf Merukh. Merukh juga pemegang 20% saham PT. Newmont Minahasa Raya (NMR).
Karena rencana penambangan di Gunung Baban Silosanen, Jember mendapatkan perlawanan dari aktivis lingkungan, maka rencana penambangan dialihkan ke Banyuwangi. Hal itu bisa dilihat dari Berita Acara Pemeriksaan Lapangan (BAPL) terhadap Kawasan Hutan yang dimohon PT IMN, tertanggal 18 April 2007. Tepatnya pada petak 75, 76, 77 dan 78. Hebatnya, permohonan itu diterima, meskipun Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tidak pernah mengeluarkan izin tertulis. Dan pada 13 Februari 2007, eksplorasi deposit emas di Gunung Pitu dan Pulau Merah pun mulai dilakukan.
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.